Jambi – Menanggapi berita di media massa tanggal 14 September 2019 mengenai 42 perusahaan yang mengalami penyegelan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Direktur Utama PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT) Dody Rukman menyatakan:

PT ABT merupakan perusahaan Restorasi Ekosistem (RE) yang keberadaannya ditujukan untuk menjaga kawasan hutan yang tersisa dan melindungi spesies yang terancam punah serta membangun kemitraan dengan komunitas lokal di area seluas 38.665 hektar di zona penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, sejak Juli 2015. PT ABT terdiri dari 2 blok yaitu Blok I di Desa Suo Suo dan Blok II di Desa Pemayungan, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. PT ABT dididirikan bukan untuk keuntungan finansial bagi pemegang saham namun untuk tujuan melindungi kepentingan umum berupa konservasi area yang menjadi rumah bagi masyarakat adat Suku Anak Dalam dan Suku Talang Mamak. Area ini juga menjadi habitat asli bagi Harimau, Orangutan dan Gajah Sumatera.

“PT ABT mendukung pemasangan Pita Garis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS line) oleh Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum KLHK untuk menyegel kawasan dan mempermudah proses penyidikan dalam mengungkap faktor penyebab, motif dan pelaku pembakaran hutan dan lahan di area konsesi PT ABT atas laporan PT ABT kepada pihak berwenang. Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa PPNS Line ini bukan penyegelan terhadap operasional PT ABT.

“PT ABT telah berupaya keras mengatasi risiko kebakaran yang disebabkan oleh perambahan dan pembukaan lahan secara ilegal. PT ABT juga telah berusaha maksimal mengatasi insiden kebakaran akibat dampak musim kemarau berkepanjangan.

“Bersama Tim Penegakkan Hukum, Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi, Dinas Kehutanan Jambi, Kesatuan Pengelola Hutan Tebo, Polisi Resor Tebo, Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Komando Distrik Militer, Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan, juga PT Lestari Asri Jaya, PT ABT melakukan pengamanan kawasan. Pengamanan ini terdiri dari patroli dan monitoring juga penghancuran jalan illegal logging yang dibangun oleh pihak perambah yang terorganisir. Kami juga telah mendeteksi kebakaran-kebakaran yang terjadi selama beberapa bulan terakhir dan melakukan upaya pemadaman api bersama-sama dengan para pemangku kepentingan ini, serta mendampingi penduduk sekitar area konsesi untuk mencegah meluasnya risiko kebakaran.

“Sejak mendapatkan izin konsesi, PT ABT selalu dihalau dan ditolak di area Blok II, termasuk dalam upaya pemadaman karhutla. Tim PT ABT yang akan melakukan cek titik api dan pemadaman dihalangi oleh kelompok perambah untuk masuk ke kawasan konsesi pada tanggal 30 Juli 2019. Selanjutnya, pada tanggal 8 September 2019, kelompok masyarakat perambah menggiring dan menyandera anggota Tim PT ABT dan 2 anggota Polres Tebo selama 6 jam.  Saat ini PT ABT pun masih belum bisa masuk ke Area Blok II karena ancaman kelompok perambah — hal ini sudah dilaporkan ke pihak yang berwenang, termasuk kepada KLHK. Sebagai pembanding, di Area Blok I, di mana masyarakat menerima dan terlibat dalam kegiatan Restorasi Ekosistem PT ABT, hampir tidak pernah terjadi insiden kebakaran.”

“Berdasarkan fakta-fakta tersebut, PT ABT menyambut baik penyegelan terhadap area yang terbakar karena kawasan tersebut merupakan kawasan sudah dirambah dan dibalak secara masif untuk ditanami sawit dan karet. PT ABT juga mendukung pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku pembalakan dan perambahan haram yang menyebabkan kebakaran hutan. PT ABT sudah melakukan investigasi dan sudah melaporkan hasilnya kepada aparat. Dengan penyegelan ini, PT ABT berharap proses penegakkan hukum menjadi tuntas.

“Terakhir, PT ABT mengapresiasi skema co-management yaitu pengelolaan bersama yang lebih berpihak pada masyarakat. Serupa dengan perhutanan sosial, hutan adat, hutan desa dan lainnya, tujuan konsesi Restorasi Ekosistem mendukung pembangunan berkelanjutan yang menguntungkan bagi alam dan manusia.”