Pejamkan matamu dan bayangkan saja: Bukit Tigapuluh. Mungkin yang terlihat dalam pikiranmu adalah bentangan berbukit-bukit dengan lereng dan lembah ditutupi hamparan hijau pepohonan hutan yang lebat. Mungkin juga ada rasa penasaran apakah benar jumlah bukitnya ada tiga puluh. Saat ini, bentangan Bukit Tigapuluh berada di dalam dua wilayah administratif, yaitu Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Bentangan ini meliputi wilayah hutan seluas lebih dari 500 ribu hektar dengan berbagai status, mulai dari kawasan hutan konservasi, hingga hutan produksi. Disebut sebagai satu dari sedikit dataran rendah tak terfragmentasi yang tersisa dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, Bukit Tigapuluh menjadi rumah bagi tiga spesies kunci Sumatera, yaitu Gajah, Harimau dan Orangutan.

Pada tahun 1995, pemerintah Indonesia menetapkan Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang saat ini meliputi kawasan hutan perbukitan seluas lebih dari 140 ribu hektar. Namun kawasan ini terlalu berbukit dan curam, sehingga banyak populasi spesies dilindungi, terutama mamalia besar yang teridentifikasi habitatnya justru berada di luar wilayah Taman Nasional. Kawasan yang saat ini sudah terbagi dalam petak-petak konsesi berbagai perusahaan dan digerogoti ilegal loging dan perambahan. Upaya untuk mengamankan rumah dan wilayah jelajah bagi spesies ini kemudian menggerakkan semangat untuk membangun koridor satwa di Bukit Tigapuluh. Jika dirimu sempat berkunjung ke kawasan yang disebut koridor ini, berbagai pos jaga dengan papan nama yang berbeda akan menyambut. Ini karena kawasan koridor mencakup berbagai area hutan yang saat ini telah berada dalam izin kelola berbagai perusahaan.

Inisiatif yang dipimpin oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi ini menargetkan kawasan seluas 54.000 hektar sebagai koridor satwa. Di dalamnya terdiri dari kawasan PT Royal Lestari Utama (RLU) atau Lestari Asri Jaya (LAJ) seluas 11.000 hektar, PT. Alam Bukit Tigapuluh (ABT) 35.000 hektar, PT. Wirakarya Sakti seluas 5.000 hektar dan 3.000 hektar di hutan negara. Sementara pemegang konsesi lain bergerak dibidang produksi, izin ABT adalah untuk restorasi ekosistem pada 2 blok dengan luas total 38.665 hektar di Kabupaten Tebo. Sejarah perusahaan ini mengakar jauh dari upaya berbagai NGO konservasi yang bekerja di kawasan ini untuk menyelamatkan bentangan hutan Bukit Tigapuluh. Dimulai dengan inisiatif untuk menambah luasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh agar mencakup kantong-kantong habitat spesies dilindungi di luar kawasannya. Ketika upaya ini tidak berhasil dan pemerintah menerbitkan skema konsesi restorasi ekosistem, pilihan ini kemudian diambil.

Sementara itu, upaya advokasi tetap gencar dilakukan kepada pemegang izin konsesi lain dan pemangku kepentingan di Bukit Tigapuluh untuk turut menjaga kawasan ini. Sejak memperoleh izin pada Juli 2015, ABT terus berjuang melindungi kawasan konsesinya dari berbagai macam kegiatan ilegal. Untuk 60 tahun berikutnya, kawasan ini akan menjadi tanggung jawab ABT untuk dilindungi dan menjadi rumah yang aman bagi Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera serta lokasi pelepasliaran Orangutan Sumatera.

Sebagai satu-satunya kawasan hutan dataran rendah yang masih tersisa di Sumatera bagian tengah, Bukit Tigapuluh menjadi kawasan yang penting untuk dijaga kelestarian ekosistemnya. Hutan yang lestari berarti memastikan tersedianya sumber penghidupan secara berkelanjutan, mulai dari air dan udara bersih hingga hasil hutan bukan kayu seperti madu, jernang, rotan dan bamboo; dimana akan menunjang kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar Kawasan hutan.