Dalam usaha memulihkan ekosistem yang telah terdegradasi, pemantauan satwa liar menjadi kunci bagi perusahaan restorasi ekosistem seperti PT ABT. Namun, memantau satwa liar di kawasan restorasi ekosistem seringkali menjadi tantangan karena satwa-satwa tersebut cenderung bersembunyi atau aktif pada malam hari. Untuk mengatasi hambatan ini, PT ABT menggunakan teknologi camera trap.
Camera trap adalah alat pemantauan satwa liar yang mengambil foto atau video menggunakan sensor gerak yang diaktifkan oleh pergerakan satwa, oleh karena itu, alat ini biasanya dipasang pada ketinggian rendah. Camera trap dipasang dengan cara diikat pada batang pohon pada ketinggian < 1 m dari permukaan tanah. Hal ini dilakukan agar kamera dapat menangkap hewan yang sebagian besar aktivitasnya berlangsung di lantai hutan, seperti harimau, tapir, beruang, dan jenis burung tanah seperti kuau.
Divisi pemetaan dan penelitian PT ABT bekerja sama dengan tim riset camera trap WWF Indonesia untuk merencanakan dan memasang camera trap di kawasan konsesi sejak akhir tahun 2020. Proses yang dilakukan tim adalah penentuan titik pemasangan menggunakan metode systematic sampling area. Kemudian dilakukan penyusunan rencana, komunikasi dengan pihak-pihak terkait, dan implementasi instalasi camera trap di lapangan.
Pemasangan camera trap dilakukan secara teratur dalam periode 1 tahun, dengan setiap periode terbagi menjadi 4 fase, yaitu pemasangan camera trap (fase 1), pengecekan dan pengambilan data 1 (fase 2), pengecekan dan pengambilan data 2 (fase 3), serta pengambilan data 3 dan pencabutan/pengambilan kembali camera trap (fase 4). Berkat peningkatan kapasitas dan pendampingan tim WWF Indonesia, saat ini divisi pemetaan dan penelitian PT ABT secara mandiri mampu melakukan pemasangan, pengecekan (monitoring), pengambilan sampel, hingga menganalisis hasil tangkapan camera trap secara mandiri.
Pemasangan camera trap di kawasan PT ABT dilakukan untuk memantau dan mengidentifikasi satwa liar yang menjadikan hutan konsesi sebagai habitatnya. Analisis yang biasa dilakukan adalah analisis identifikasi jenis, kelimpahan, pola sebaran, dan pola aktivitas harian. Analisis tambahan yang lebih mendalam seperti identifikasi individu dan estimasi populasi dilakukan khusus untuk harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
PT ABT telah menyebar 47 camera trap di 2 wilayah konsesinya, yaitu Blok I dan Blok II. Tipe camera trap yang digunakan adalah Bushnell Trophy Cam, Reconyx PC800, dan Rockware Mini600. Pada periode tahun 2023-2024, sedang dilakukan ujicoba metode random sampling camera trap (RSCT) dengan target utama adalah satwa mangsa harimau sumatera. Dapat disimpulkan bahwa PT ABT menggunakan 2 metode untuk pemantauan satwa liar menggunakan camera trap, yaitu SSCT (systematic sampling camera trap) untuk satwa pemangsa dan RSCT (random sampling camera trap) untuk satwa mangsa. Per bulan Maret 2024, PT ABT memiliki 42 camera trap untuk metode SSCT dan 16 camera trap untuk metode RSCT.
Saat ini, PT ABT memiliki 3 tim khusus untuk pemasangan dan monitoring camera trap yang terdiri dari 2 tim flying camp dan 1 tim mobiler. 1 tim flying camp terdiri dari 4 anggota dan 1 tim mobiler terdiri dari 1 staff dan 1 PHL (pekerja harian lepas). Sehingga total terdapat 10 orang didalam tim camera trap PT ABT. Semua anggota merupakan masyarakat lokal asli Desa Suo Suo dan Dusun Simarantihan.
Camera trap yang terpasang di kawasan konsesi PT ABT telah banyak menangkap berbagai macam satwa liar, termasuk 3 satwa kunci kawasan PT ABT yaitu gajah sumatra, harimau sumatra, dan tapir. Camera trap telah menjadi alat yang sangat penting dalam memahami kehidupan liar di kawasan restorasi ekosistem. Koordinator divisi Pemetaan dan Penelitian (RnD), Endi Saputra, mengungkapkan bagaimana pentingnya pengamatan satwa liar dalam upaya restorasi ekosistem “Komponen ekosistem tidak hanya pohon atau tanah atau air, ada komponen lain yaitu satwa. Semua komponen ini merupakan parameter keberhasilan restorasi ekosistem. Jika terjadi tren penurunan populasi suatu spesies menjadi sebuah indikasi adanya kendala di dalam ekosistem yang perlu dicari tahu penyebabnya”.
Pengamatan satwa liar menggunakan camera trap untuk memantau populasi dan memahami ekologi, mampu memberikan informasi yang kritis untuk mendukung keberhasilan upaya restorasi yang berkelanjutan. Dengan terus mengembangkan teknologi dan memperkuat kolaborasi antar pihak, kita dapat memanfaatkan potensi penuh camera trap dalam menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati.