Sejak didirikan pada 23 November 2011, PT Alam Bukit Tigapuluh (PT ABT) telah menetapkan misinya untuk mengelola hutan sebagai upaya memulihkan keseimbangan ekosistem Bukit Tigapuluh. Sebagai pemegang konsesi restorasi ekosistem di Jambi, perusahaan ini memikul tanggung jawab besar untuk memastikan keberlanjutan kawasan hutan yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati sekaligus sumber penghidupan bagi masyarakat lokal.
Langkah awal dimulai dengan menyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), yang selesai pada 2014. Dokumen ini menjadi landasan strategis dalam memastikan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Pada 24 Juli 2015, PT ABT menerima Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) untuk kawasan seluas 38.665 hektar yang terbagi dalam dua blok di Kabupaten Tebo, lengkap dengan peta resmi area kerja dari pemerintah.
Pada 2016, Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) Wilayah XIII Pangkalpinang menerbitkan instruksi kerja untuk penataan batas wilayah. Proses penataan batas ini bertujuan memberikan kejelasan terhadap area konsesi, mengidentifikasi batas kawasan, dan mencegah potensi konflik. Implementasi penataan batas dimulai pada 2017 di Blok I dan berhasil diselesaikan dengan laporan resmi yang diserahkan kepada pihak berwenang.
Namun, proses penataan batas di Blok II menghadapi tantangan signifikan akibat penolakan masyarakat yang telah lama mengelola lahan di dalam kawasan tersebut. Tantangan ini ditangani dengan pendekatan persuasif melalui komunikasi intensif dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya restorasi ekosistem. Transparansi menjadi prinsip utama dalam setiap tahapan proses penataan batas, dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Upaya ini berlangsung secara bertahap dari 2018 hingga 2021 untuk meminimalkan konflik sosial yang berpotensi menghambat program.
Perubahan regulasi pada 2021 menjadi tantangan baru bagi PT ABT, di mana nomenklatur izin usaha diubah menjadi PBPH-RE (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan – Restorasi Ekosistem) sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja dan PermenLHK No. 8 Tahun 2021. Perubahan ini memerlukan penyesuaian administratif yang signifikan.
Pada 2022, PT ABT berhasil menyelesaikan rekonstruksi batas di Blok I, memastikan kejelasan batas wilayah dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Pada tahun yang sama, revisi instruksi kerja tata batas dilakukan untuk menyesuaikan dengan perubahan tata ruang kehutanan di Provinsi Jambi berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal ini mencakup penambahan area kerja di Blok II. Proses panjang ini menunjukkan kepatuhan PT ABT terhadap kerangka regulasi yang berlaku.
Dalam upaya memastikan integritas kawasan kelolanya melalui penataan batas, ABT telah melalui beberapa kali revisi intruksi kerja. Revisi terbaru instruksi kerja tata batas diterbitkan pada Oktober 2023. Instruksi kerja tersebut mengatur pembentukan tim pelaksana tata batas, yang terdiri dari unsur supervisi, pengawas, pelaksana pengukuran, pendamping, hingga saksi yang melibatkan berbagai unsur, guna mewujudkan proses yang inklusif, transparan, dan sesuai dengan prinsip kolaborasi. Berdasarkan arahan dalam revisi ini, pada 2024 PT ABT secara aktif menjalani proses untuk memastikan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Proses ini mencakup koordinasi intensif dengan pemerintah daerah, perusahaan yang berbatasan, dan masyarakat setempat untuk memastikan setiap langkah tata batas berjalan sesuai pedoman.
Komitmen PT ABT untuk memulihkan ekosistem Bukit Tigapuluh tetap teguh, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Dengan menjunjung tinggi prinsip transparansi, kolaborasi dengan masyarakat, dan kepatuhan hukum, perusahaan terus berupaya menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Perjalanan ini menjadi bukti dedikasi PT ABT untuk mewujudkan kawasan konsesi yang lestari, memberikan manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial bagi masyarakat sekitar serta generasi mendatang.